Artikel

Anjang Sana Ke Negeri Terindah

Sukamanah adalah sejarah. Sejarah dari berbagai sejarah yang menyejarah. Karena luka, darah dan air mata punya tempatnya disini. Dan bagi sebagian kita (alumni), sukamanah adalah sejarah tentang cinta, persahabatan, dan tentang jerih payah kita dalam mengukir masa depan. Bukan semata-mata untuk perbaikan penghidupan (live), tapi juga untuk kebaikan kehidupan(life).

Dan kalau saat ini masyarakat langit telah mengenali mereka (pahlawan sukamanah) sebagi syahid. Itu karena mereka memang pernah menjadikan luka, darah dan air mata sebagai benih dari “pohon cinta” yang akan mereka persembahkan buat Tuhan pemilik langit.

Saudaraku,

Begitulah kisah tentang bagaimana “sejarah cinta” itu menyejarah. Seperti sebuah pohon yang dibangun dari berbagai rasa yang menghasilkan sebuah rasa.

Sehingga tidaklah aneh jika pada akhirnya catatan cerita masa lampau itu di namakan sejarah, yang konon asal kata-nya itu di ambil dari kata dalam bahasa arab “Syajarotun”, yang berati “Pohon”. Atau dalam kesempatan lain mereka mengenali juga kata “syajaroh an-nasab” yang artinya “pohon silsilah”. Dan dikatakan sebagai pohon sebab pohon akan terus tumbuh dan berkembang dari tingkat yang sederhana ketingkat yang komplek/maju. Atau akan terus berkembang dari akar sampai ke ranting terkecil.

Sehingga itulah juga kenapa, pada beberapa minggu yang lalu Pesantren Khz musthafa sukamanah sempat mengadakan reuni akbar, sekaligus mengundang kita semua untuk hadir dan sejenak memperingati perjuangan Khz Musthafa dengan menapak tilas sejarah perjuangannya. Yang tiada lain agar menjadi sebuah isyarat (pesan) akan sebuah harapan bahwa kita mesti menjadi bagian dari sejarah perjuangan itu, atau minimal kita menjadi ranting terkecil dari pohon silsilah perjuangan Beliau Rahimahullah (baca: KHZ Musthafa). Mungkin dengan tetap melanjutkan perjuangan beliau dalam mempopulerkan kalimah Allah, sebagaimana Beliau telah melanjutkan perjuangan orang-orang sebelumnya.

Dan tulisan ini bukan hendak membahas panjang lebar tentang sejarah perjuangannya. Tapi hanya hendak membahas tentang isyarat lain yang juga tampak pada acara reuni akbar kemarin

Pertama, isyarat tentang kebersamaan.

Reuni adalah kebersamaan yang di bangun dari sebuah perkenalan di masa lalu. dan perkenalan adalah ajaran yang memang Allah telah perintahkan. Allah SWT berfirman,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Al-Hujurat: 13)

Meskipun kebersamaan kita dibagun dari keberagaman suku dan bangsa, tapi dalam teori islam, semua manusia berayah satu dan beribu satu. Ayah kita adalah adam, dan ibu kita adalah hawa. Dan dari silsilah tunggal inilah sebenarnya kita mesti membangun semangat kolektifitas agar kita bisa sama-sama masuk surga. Karena bila kita ingin memanjangkan lebih jauh arti dari kata, “untuk saling mengenal” dari ayat di atas adalah “untuk saling masuk surga”, karena apalah artinya perkenalan kalau hanya “untuk saling masuk neraka”. Sehingga itulah kenapa, selain menyajikan kebersamaan, pesantren juga menyajikan reuni itu dengan kajian-kajian keagamaan, terlebih ketika itu pak acep membahas tentang surga. tentunya agar menjadi isyarat bahwa begitulah semestinya kita membangun kebersamaan, tiada lain agar kita bisa sama-sama masuk surga-Nya. amien…

Kedua, Isyarat tentang surga

Siapa diantara kita yang tak kenal surga? Kita semua pasti pernah mengenalnya. Terlebih surga adalah cita-cita tertinggi kita. tapi walaupun ia adalah cita-cita tertinggi kita, tapi pembahasan tentang cara mencapainya tak lebih menarik dari pembahasan-pembahasan kita dalam meraih kesuksesan dunia. Padahal inti dari permasalahan kita sebenarnya satu saja “Bila kita tidak bisa masuk surga”, begitulah seorang pejuang islam dari mesir Syaikh Ali Nawaitu pernah berkata.

Sehingga itulah kenapa dalam kesempatan itu Pak acep mencoba mengangkat sebuah tema syurga yang mungkin telah lama kita lupakan. Tiada lain, beliau sebenarnya hendak membangkitkan kembali kerinduan kita akan syurga itu.

Dan diantara pembahasan-pembahasan kita tentang surga, kita juga kerap kali lupa tentang bagaimana jalan cerita surga itu bisa dicapai? Dan cara bagaimana surga itu bisa diraih? sehingga itulah juga kenapa beliau mengawali pembahasan surga itu dengan  jihad sebelumnya. Tiada lain, beliau sebenarnya hendak kembali mengingatkan bahwa jalan ke surga itu memang tidak mudah.

Dan hari ini, tidaklah usah kita berbicara tentang berapa banyak darah yang telah kita teteskan untuk agama ini? atau bahkan tentang berapa banyak keringat dan tenaga yang telah kita persembahkan untuk agama ini? karena pada kenyataannya, memang tak ada yang bisa kita berikan untuk agama ini.

Tapi cukuplah kita bertanya, tetang berapa banyak kebahagian yang bisa kita berikan buat ibu kita, ayah kita, istri kita dan anak-anak kita? terlebih di tengah tangis dan penghianatan yang telah kita sematkan pada mata dan hatinya. Atau tentang berapa besar kemapuan kita dalam melukis senyum mereka pada kanvas hari-hari kebersamaan kita dengannya, ditengah panjangnya tangis yang telah kita torehkan pada wajah-wajah mereka. Padahal, di telapak kaki sang ibu-lah, seorang anak bisa menemukan surga-Nya. Dan di kesetiaan seorang istri-lah, seorang suami juga bisa mendapati surga itu dirumahnya. Dan padahal di keluguan dan kelucuan anak-anaknyalah, orang tua bisa menyadari bahwa mereka(anak-anak) adalah pelayan-pelayan surga yang di utus ke bumi, buat orang tuanya.

Dan kalau memang pertanyaan-pertanyaan di atas terlalu sulit kita pahami, maka cobalah kita jawab pertanyaan terakhir ini, pernahkah kita mengeluh dan mengaduh akan lelah dan sulitnya kita dalam meraih surganya, seperti ketika kita mengeluh karena lelah dan sulitnya kita atas semua permasalahan dunia ini?

Saudaraku,

Beberapa detik setelah pak acep memberikan ceramah umumnya tentang surga-Nya. salah seorang rekan saya berbisik akan sebuah rasa yang mungkin juga dirasakan oleh semua orang yang hadir disana. Ya, sebuah rasa bahwa kami seolah telah diajak untuk ber-anjangsana ke sebuah negeri terindah (surga). Sehingga kami hanya bisa berdoa, “Ya Rabb.. sekiranya hari ini kami bisa bernostalgia tentang canda, tentang tawa, dan tentang jerih payah kami dalam memeta masa depan sewaktu di pesantren dulu. maka kami juga berharab bisa kembali bernostalgia di surga-Mu nanti, tentang jerih payah selama di dunia, tentang bagaimana suka dukanya merenda ketaatan, juga tentang bagaimana menahan diri dari kemaksiatan. Karena kami tidak sekedar ingin bisa anjangsana ke negeri terindah-Mu. Tapi kami juga ingin negeri terindah itu menjadi tempak kembali ketika kami telah menghadap-Mu”. Amien…..

Wallahu ‘alam Bisshawab. By: Chairil

One thought on “Anjang Sana Ke Negeri Terindah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *