Cara khusyu dalam shalat
Khusyu dalam shalat selalu dianjurkan dan tentunya menjadi dambaan setiap orang, namun khusyu itu sendiri tidak selamanya mudah diwujudkan. Shalat pardlu kita mungkin tidak sampai lima menit lamanya, tapi intensitas kekhusyuan itu sulit diwujudkan secara maksimum, bahkan sering terjadi kadang sebaliknya. (Surat Thaha ayat 14) shalat adalah untuk mengingat allah, tetapi yang sering terbayang adalah khayalan-khayalan yang menerawang kemana-mana. sebagai hamba yang lemah, mungkin sulit menghindar dari godaann-godaan seperti itu, karena memang sudah menjadi komitmen iblis untuk senantiasa menjerumuskan manusia yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. ( Al-nas 4-6).
Pengertian khusyu dalam Shalat
Kata Khusyu berasal dari kata khasya’a yang berarti tunduk, menyerah. Khusyu dalam shalat diartikan sebagai optimalisasi ketundukan jiwa dan penyerahan diri secara total kepada Allah, sebagaimana ikrar kita dalam doa iftitah. Kualitas shalat yang dilakukan dengan penuh kekhusyuan sudah barang tentu akan berdampak kepada pelakunya. “Ingatlah hanya dengan memusatkan perhatian kepada Allah hati akan menjadi tentram.” (Q.S. Al-Rad/13:28)
Optimalisasi kekhusyuan disini tentu saja sesuai batas-batas kemanusiaan kita, Allah juga maha tahu, kalau setiap hambanya memiliki berbagai hambatan untuk berkonsentrasi penuh ketika menghadap kepada Robnya. Idealnya setiap hamba dapat menyingkirkan semua hambatan atau rintangan itu tetapi kenyataannya sangatlah sulit dilakukan, tapi ini semua tidak berarti shalat kita tidak khusyu otomatis ditolak oleh Allah SWT. Semuanya terserah kepada-NYA karena Dialah yang Maha Tahu apa yang dekerjakan hambanya. Yang pasti bahwa: orang-orang yang khusyu dalam shalatnya adalah orang-orang yang beruntung. (QS Al-Mu’minun 1-2)
Khusyu dalam shalat adalah pekerjaan bathin yang tidak di dramatisir oleh penampilan fisik, sayidina Umar Bin khatab RA pernah menegur seseorang yang membungkuk dalam shalat, dengan mengatakan “Khusu tidak mesti seperti itu, bahkan khusu juga tidak mesti mengabaikan lingkungan sekitar” Rosulullah SAW pernah memperpendek shalatnya, lalu seusai shalatnya sahabat bertanya, Ya Rosululloh kenapa shalatnya lebih pendek tidak seperti biasanya? Rosulullah SAW menjawab “Apakah kalian tidak mendengar seorang anak menangis di belakang, itu mungkin orang tuanya sedang shalat. Pada kesempatan lain Rosululah pernah sujud lebih lama dari biasanya. seusai shalat sahabat bertanya Ya Rosululloh mengapa sujudnya lebih lama? Rosulullah menjawab “Cucuku sedang bertengger dipundakku, aku khawatir kalau aku bangkit cucuku akan terjatuh”.
Berikut ini ada beberapa cara untuk kita bisa khusyu dalam shalat :
1. Memperbaiki Niat
Niat memiliki tiga unsur pokok, Pertama sebagai ikrar kesungguhan untuk melakukan sesuatu dengan sepenuhnya dengan didasari keinginan luhur untk mencapai ridlo Allah SWT. Kedua : Mengandung makna permohonan atau pertolongan Allah untuk mencapai kesuksesan terhadap apa yang akan dilakukan. Ketiga : Tersirat rasa kepasrahan diri secara total kepada kekuasaan Allah SWT. Dengan demikain niat seperti ini dapat menghantarkan kita kepada situasi psikologis tertentu yang memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan ibadah dengan tenang.
Niat disini mencakup niat wudlu sebagai prasyarat untuk sahnya shalat dan niat shalat itu sendiri, ketika kita dianjurkan berada dalam situasi bathin tenang, yang memungkinkan ketiga unsur niat tersebut terwujud, niat perlu diantar dengan suasana bathin yang tenang, niat yang baik akan berpotensi untuk mewujudkan perbuatan atau ibadah yang sukses.
2. Khusyu ketika berwudlu
Seorang ulama pernah menyatakan “Bagaimana seseorang akan mencapai khusyu’ dalam shalat jika tidak khusu ketika berwudlu, khusyu ketika berwudlu sangat dianjurkan, itulah sebabnya Rosulullah SAW menetapkan tata cara berwudlu yang kemudian dperinci menjadi sunnat dan makruh wudlu. Dianjurkan juga untuk segera shalat semasih anggota badan kita lembab. Antara pelaksanaan wudlu dan shalat sedapat mungkin kita tidak mengucapkan kata-kata “dunia”, apalagi menceritakan aib orang lain, karena yang terakhir ini dapat menghilangkan fibrasi wudlu, selanjutnya wudlu kita tidak lagi dapat mengantarkan orang untuk memperoleh kualitas shalat yang lebih baik, begitu juga wudlu yang kita lakukan dengan baik sebagaimana yang disebutkan diatas Insyaallah akan mengantarkan kita kepada suasana batin baik dalam shalat atau iabdah lainya
3. Lakukan Amalan prolog (sebelum) Shalat
Ada amalan-amalan yang harus atau sebaiknya kita kerjakan sebelumnya, antara lain menyiapkan tempat, pakaian dan tentu saja badan yang bersih menghadap ke kiblat kemudian adzan dan iqomat, shalat sunat rowatib ba’diah atau qobliah, mengupayakan shalat berjamaah, prolog shalat ini mempunyai makna dan hikmah yang amat penting dan menentukan, jika kita melakukan shalat pardu tanpa kondisi batin betul-betul siap, apalagi kalau shalat itu dikerjakan dengan tergesa-gesa sulit dibayangkan adanya intensitas kekhusyuan didalamnya. Dengan melakukan prologpun belum tentu kita dapat mencapai kekhusyuan yang sejati apalagi kalau tidak dilakukan dengan persiapan-persiapan sebagaimana diuraikan. Dan menjemput waktu shalat adalah salah satu permulaan yang sangat dianjurkan karena memang paling apdol kalau shalat itu dilakukan pada awal waktu, selama ini hanya adzan di mesjid-mesjid yang mengingatkan kita kepada shalat itu jarang sekali kita dengan sengaja jauh sebelum adzan itu dikumandangkan kita sudah menyiapkan diri untuk shalat dan sudah berada di mesjid.
4. Melakukan Shalat dengan Tumaninah
Shalat tuma’ninah adalah shalat yang dilakukan dengan tenang, tidak tergesa-gesa. Shalat bukanlah sesuatu yang dibuat-buat, misalnya sujud berlama-lama, atau bacaan shalat diperpanjang, namun demikaian shalat yang tumaninah sangat berpengaruh untuk mencapai kekhusyuan seperti yang diharapkan, rasanya sulit berkonsentrasi penuh selama dalam shalat seperti Sayidina Ali RA ketika tabibnya mencabut anak panah dari kakinya ketika ia shalat, tidak sedikitpun beliau merasa sakit, sekalipun darah menetes bersamaan dengan tercabutnya anak apanah itu.
5. Menghindari dari perkara yang haram/syubhat
Shalat berarti kita menghadap allah yang maha Suci dan Maha Bersih “Sesungguhnya Allah Maha Bersih, Ia tidak akan menerima sesuatu kecuali yang bersih” sulit rasanya seseorang bisa khusyu dalam shalatnya sementara ia dililit oleh barang atau perkara seperti pakaian atau makanan yang diperoleh dengan cara haram atau Riba, bagaimana mungkin sesorang bisa dekat dengan Allah dalam shalat kalau energi dan pasilitas yang dia gunakan untuk sujud dan ruku terkontaminasi dengan makanan dan pakaian yang tidak halal. Pakaian shalat yang di anjurkan rosulullah SAW ialah pakaian yang berwarna putih atau paling tidak pakaian yang tidak bergambar dan bersih disamping kita harus memilih tempat yang betul-betul bersih di dalam mesjid atau di tempat lain dengan shaf yang paling terdepan kalau kita berjamaah.
6. Menonjolkan Kualitas Feminim
Didalam diri kita ada dua kualitas kejiwaan, yaitu kualitas maskulin dan kualitas feminim. Kualitas maskulin yaitu sikap kejiwaan jantan, angkuh, tegar, kasar, mengandalkan kecerdasan intelektual dan sikap-sikap strugging (perjuangan) lainnnya, sedangkan kualitas feminim yaitu sikap kejiwaan yang lembut, halus, sejuk, penyayang, mengandalkan kecerdasan spiritual dan sifat-sifat nurtuiring (pemeliharaan) lainnya.
Pola pendekatan diri kepada Allah dengan kualitas maskulin efeknya kita bisa membayangkan Allah itu trasenden, jauh dan menakutkan. Sedangkan pola pendekatan diri dengan kualitas feminim efeknya kita bisa membayangkan Allah itu Maha Kasih dan maha Penyayang. Sehingga “Didalam shalat Tuhan lebih tepat untuk dicintai daripada ditakuti”
Jika seseorang melaksanakan shalat dengan kualitas maskulin apalagi didominasi oleh kecerdasan intelektualnya, maka biasanya yang terjadi bukannya khusyu kepada Allah, tetapi shalat menjadi waktu dan tempat paling efektif untuk membuat proposal atau menemukan solusi permasalahan di tempat kerja, dan atau insfirasi liar spontanitas bermunculan dalam shalat. Sebaliknya jika yang dominan kualitas feminim apalagi menggunakan kecerdasan spiritual, maka tidak mustahil yang bersangkutan akan merasakan kenikmatan tersendiri yang sulit dilukiskan, bahkan tidak jarang orang seperti ini meneteskan air mata merasakan keterharuan dan kerinduannya kepada Allah dan Air mata seperti ini dapat mamadamkan gejolaknya api neraka penderitaan seseorang.
Walllahu A’lam Bissowab…..
By : Eka Mulyana
Copyright: Pesantren KH. Zainal Musthafa Sukamanah Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia