Kurban dan Pesan Terakhir Nabi
Apa yang kita pikirkan ketika kita tengah berkumpul bersama keluarga dan sahabat-sahabat kita saat kita tengah memotong, membakar (membuat sate), dan memakan daging kurban?
Maka ‘bahagia’, itulah jawaban kita. tapi sebatas apa kita mengartikan kebahagiaan ketika itu?
Mungkin hanya sebatas kita bahagia karena bisa berkumpul dan makan bersama mereka orang-orang yang kita cinta.
Padahal sebenarnya, ada makna lain yang lebih pantas kita jadikan sebuah alasan kebahagiaan kita ketika itu. Yaitu sebuah pelajaran yang bisa kembali mengingatkan kita dari kelalaian dalam menyadari bahwa semua rizki dan apa saja yang telah kita makan itu adalah murni pemberian Allah. sehingga denganya kita bisa menemukan makna kebahagian lain dari sebuah rasa syukur yang kita ciptakan. Karena pada akhirnya syukur juga merupakan ungkapan lain bahwa sebenarnya kita berbahagia.
Lantas bagaimana cara kita melihat makna itu? Sebelum kita menjawabnya, marilah sama-sama kita bertanya pada diri kita sendiri.
Jika saat ini kita mengenali diri kita sebagai orang yang fakir lagi miskin, maka cobalah bertanya, “kapan terakhir kali kita makan daging atau dikenyangkan oleh daging? Mungkin sebaian besar kita akan menjawab, “idul adha tahun lalu”.
Dan jika saat ini kita mengenali diri kita sebagai orang yang kaya, maka cobalah bertanya,”maka kapan terakhir kali kita dengan sengaja memberi daging secara cuma-cuma untuk para pakir miskin?”. Mungkin sebagian besar kita akan bingung menjawabnya, “jangankan memberi daging kepada fakir miskin, terkadang kita masih mengeluh ketika harga daging melambung tinggi, dan masih senang tawar-menawar harga ketika kita tengah membeli daging. Dan kalaupun kita memang pernah berkurban, itupun beberapa tahun yang lalu.
Dan itu artinya, bahwa di tengah kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini. Mungkin mereka (fakir miskin) tidak pernah bermimpi untuk memakan makanan yang enak(daging).dan ini bukan berarti bahwa mereka tak boleh bermimpi untuk itu. Tapi karena kondisi ekonomi mereka yang sulit telah menjadikan mereka malu untuk bermipi seperti itu. Karena bisa makan hari ini saja itu sudah cukup membahagiakan mereka.
Maka, jika hari ini (idul kurban) mereka bisa makan enak, maka itu murni karena Allah ingin memberikan kebahagiaan lebih kepada mereka dan sejenak memanjakan mereka dengan makanan yang enak, dan dengan cara menghidangkan langsung kepada mereka. Ya, karena daging kurban adalah hidangan Allah langsung buat mereka. Ia bukanlah hasil dari pemberian si kaya kepada si miskin. Tapi pemberian dari Yang Maha kaya kepada si miskin. Karena kambing dan sapi yang disembelih oleh si kaya, bukanlah pemberiannya untuk si miskin, tapi itu adalah murni kurban yang ia persembahkan untuk Tuhannya. Sehingga kalaupun pada akhirnya kita bisa menikmati daging kurban, maka itu adalah murni pemberian Allah dari kurban yang telah dipersembahkan hamba-hamba-Nya kepada-Nya. karena memang Allah tak pernah memerlukan apa yang di persembahkan oleh hamba-hambanya.
Dan Karena konsep awal dari kurban yang di praktekan oleh nabi Ibrahim, adalah puncak pegorbanan sang hamba kepada Tuhannya. Dan kalaupun hari ini kita merasakan manfaat dari apa yang telah di korbankan oleh seorang hamba kepada Tuhannya. Maka itu adalah murni kebijaksanaan, kasih, dan sayang yang Allah anugrahkan buat mereka dan lingkungannya.
Sehingga dari sini pula kita akan melihat sebuah konsep ketuhanan yang sempurna.”dimana makhluklah yang mesti berkurban untuk Sang Khalik, bukan justru Tuhan yang harus repot-repot berkorban untuk hambanya dengan harus mati di tiang salib dan menjadi penebus dosa atas segala kesalahan dan kekhilafan hamba-hambanya. Karena itu hanya akan menodai kemuliaan dan keagungan Tuhan saja. Padahal, dengan tanpa harus menodai kemulian Tuhan, Ia (Tuhan) sudah teramat sangat baik dan mulia dengan cukup di kenali sebagai Tuhan yang maha Pengampun. Dan bila di awal perjalanan ini memang harus ada yang kita korbankan untuk Allah. maka sebelum di akhir perjalanan ini, Allah telah mengembalikan semua dan apa-apa yang telah kita kurbankan, kepada kita, dan orang-orang yang kita cinta (lingkungan kita). dan itu terlihat dari apa yang kita sembelih(hewan kurban) hari ini.
Dan tidak hanya itu, ternyata kurban juga menyimpan sebuah pesan penting yang memang perlu kita ketahui. Sebuah pesan yang memang pernah di ungkapkan Oleh seorang ulama besar DR. Said Ramadhan Al-Buti, dimana katanya, bahwa syariat kurban, zakat dan shadaqoh mengandung sebuah hikmah, yang mendidik kita untuk tidak terlalu mencintai dan belomba-lomba memperebutkan dunia. Karena pada akhirnya, kurban, zakat dan sejenisnya adalah sebuah ujian dan juga tolak ukur tentang mana yang lebih kita cintai, apa dunia kita ataukah Allah Tuhan kita?
Dan tahukah kita, apa yang menjadikan pesan ini menjadi begitu penting? Ternyata, pesan yang di titipkan oleh kurban, shadaqah dan sejenisnya, adalah sama persis seperti pesan yang penah Rasulullah saw tinggalkan di detik-detik akhir hidupnya.
“Sesungguhnya, aku adalah tanda pemberi petunjuk bagi kalian dan aku menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sesungguhnya saat ini aku melihat telagaku. Sesungguhnya, aku telah diberi kunci-kunci dunia. Demi Allah, aku tidak khawatir kalian akan menjadi musyrik sesudahku, tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia” (HR. Muttafaq Alaih)
Karena memang pada akhirnya, kecintaan yang berlebih terhadap dunialah yang menghantarkan Negara kita (Indonesia) menjadi negara terkorup lalu termiskin. Sehingga dari kemiskinan itu pula banyak lahir berbagai penyakit yang mengrogoti akidah kita hingga sampai pada puncak kemusrikan. Sehingga ini pula yang mungkin menjadi alasan tentang kenapa Rasulullah lebih menghawatirkan kecintaan kita yang berlebih terhadap dunia ketimbang kemusrikan kita. dan sehingga ini pula yang perlu kita sadari, Ada pesan yang perlu kita (masyarakat Indonesia) petik dari kurban dan pesan terakhir sang nabi.
Wallahu a’alam Bishawab. By: Choiril
Pesantren KH.Zainal Musthafa Sukamanah-Tasikmalaya
Tinggalkan Balasan