Pembantaian Pedang Bambu, Dikubur Hidup-Hidup

KISAH kepahlawanan KH Zainal Musthafa patut untuk diingat.

Tak terasa usia perjuangannya kini sudah sampai 72 tahun. KHZ Msuthafa lahir dari keluarga petani kecil yang taat beragama. Pada tahun 1901 di Kampung Bageur Desa Cimerah Kecamatan Sukarame (dulu Kecamatan Singaparna). Sejak kecil, Musthafa sudah menimba ilmu agama di beberapa pesantren. Seperti Pondok Pesantren (Ponpes) Gunung Pari Kecamatan Sukarame, Ponpes Cilenga Kecamatan Leuwisari dan Ponpes Sukamiskin Bandung. Dan ternyata “KH Zainal Musthafa masih ada keturunan dari kerajaan Mataram Islam. Itu dibuktikan dengan peninggalan pedang Kerajaan Mataram yang disimpan saat ini,” Begitu kata salah-satu Cucu KH Zainal Musthafa Yusuf Hazim menceritakan kepada Radar usai menghadiri Talk Show di studio Radar Tasikmalaya TV kemarin (26/2).

Setelah belasan tahun menimba ilmu akhirnya, pahlawan nasional ini mendirikan sebuah Pesantren di Kampung Cikembang dengan nama Pesantren Sukamanah, Desa Sukarapih (dulu Cimerah) Kecamatan Sukarame (dulu Singaparna) pada tahun 1927. “Di atas tanah wakaf dari seorang janda kaya yang bernama Siti Juariah ,” ungkapnya.
Walaupun Pesntren telah berdiri, Perjuangan Pendidikan Islam di tanah Sukapura terus dilakukan melalui satu majelis ke majelis lainnya. Dari satu mimbar ke mimbar lainnya,dengan penuh harapan bagsa ini cerdas dan merdeka dari segala bentuk penjajahan.

Masuk masa penjajahan Belanda dan Jepang dalam kurun waktu 1940-1945, KHZ Musthafa terus lebih semangat mengajarkan Islam kepada para santrinya dan masyarakat Tasikmalaya. Beliau terus mengajak untuk lebih Bersatu dengan satu tauhid Islam. Karena ketauhidan kepada ALLOH semata adalah senjata untuk lebih mempersatukan ummat dan Insya Alloh pertolongan Alloh semakin dekat,” katanya.

Kemudian ternyata langkah-langkah perjuangan KH. Zainal Musthafa tercium penjajah,yang karenanya beliau sering dipaksa diturunkan dari mimbar karena dianggap menghasut masyarakat untuk melawan penjajah. Bahkan  Suatu waktu di masa penjajahan Jepang,setelah mereka mengatur setrategi dengan merotasi pemerintahan di Tasikmalaya,mereka mengumpulkan para Ulama tasik termasuk KH Zainal Musthafa di sebuah lapangan di depan Kewadanaan Singaparna. Mereka dipaksa dengan ditodongkan senjata untuk melakukan penghormatan kepada kaisar Jepang Hirohito (Seikerei) dengan menghadap ke arah timur. “Saat itu hanyalah KHZ Musthafa yang menolak untuk melakukannya. Bahkan ia mengatakan bahwa melakukan penghormatan kepada kaisar Jepang dan arah matahari terbit adalah perbuatan syirik,” cerita Yusuf.

Sejak saat itu, Musthafa mengumandangkan perlawanan terhadap para penjajah Jepang yang dianggap telah banyak berbuat Dlolim kepada bangsa ini dan lebih lagi mereka telah memaksakan perbuatan syirik kepada para alim ulama dan masyarakat. Dengan Iftiqor kepada Alloh Ia tidak pernah takut dalam mengumandangkan hal itu, karena ketauhidan yang dimiliki sangatlah kokoh. Dia yakin hanya dengan pertolongan Allah SWT Negeri ini akan merdeka Walaupun nyawa harus jadi taruhannya.

Lalu beberapa hari kemudian datanglah 4 kompetai Jepang ke Pesantren Sukamanah. Dan dengan congkak mereka menyuruh KH Zainal Musthafa tunduk ke Pemerintah Jepang, lalu KH Zainal Musthafa menjawab “ Bukan kami yang harus tunduk kepada kalian,kami ini asli bangsa Indonesia sedangkan kalian hanyalah penjajah yang menyengsarakan bangsa ini. Maka dengan penuh marah salah satu dari mereka menembakkan pistolnya ke dada KH Zainal Musthafa. Namun Alhamdulillah Pertolongan Alloh terjadi, tiga peluru itu tidak melukainya, bajunya sekalipun. Dan saat itu,dengan penuh harapan kepada Alloh beliau berteriak, Hancurlah Jepang ( Bahasa sunda: Hancur siah Jepang!!!). Menurut saya, ini adalah sebuah do’a dari hamba Alloh yang teraniaya yang pasti Mustajab,lalu dengan pekikan Takbir para santri membunuh tiga kompetai dan yang satu selamat, “Jelasnya.

Memasuki masa akhir perang dunia II atau tepatnya pada Jumat tanggal 25 Februari 1944, tentara Jepang melakukan penyerangan ke Pesantren Sukamanah. “Saat itu para santri sudah dibekali dengan Katauhidan yang sangat kokoh dan berbagai ilmu bela diri serta dipersenjatai dengan pedang yang terbuat dari bambu. Pedang ini lebih tajam dari pada semurai,” katanya.

Setelah melaksanakan salat Jumat KH Zainal Musthafa mampu melihat pergerakan tentara Jepang yang jumlahnya ratusan orang diangkut oleh truk-truk besar. “Tentara yang dikirim 90 persennya adalah heiho (tentara pembantu Jepang berkewarganegaraan Indonesia). Saya yakin ini adalah upaya adu domba yang dilakukan oleh penjajah Jepang,” kata Yusuf.

Lalu setelah penjajah sampai di Kampung Cihaur (Tetangga Pesantren Sukamanah),mereka meletuskan tiga kali tembakan yang memicu semangat jihad para santri. Namun setelah mereka terliahat, KH Zainal Musthafa berkata” Ternyata musuh kita bangsa kita sendiri. Karena itu Beliau mengkomando “Jangan dulu ada perlawanan sebelum mereka masuk ke garis peperangan (sambil menggariskan pedangnya,kira-kira dibawah gapura Pesantren sekarang). Dan ternyata Heiho itu terus semangat menyerang santri, maka terjadilah pertempuran sengit yang mengantarkan 86 orang Syuhada dan kurang lebih 300 orang korban dari pihak Jepang. Dan hal yang penting juga diketahui, saat itu yang memerintahkan mengakhiri peperangan adalah KH Zainal Musthafa. Beliau Menyerukan “Cukup…Hentikanlah, korban sudah banyak. Saya takut diantara musuh kita masih ada yang suka melaksanakan Sholat”, bebernya.

Pasca pertempuran berdarah tersebut, semuanya tidak ada yang tahu dimana KH Zainal Musthafa berada. Dan selang beberapa hari diketahui, ternyata Beliau Bersama 17 orang santrinya dipenjarakan di Tasikmalaya. Saat itupun KH Zainal Musthafa sempat berpesan kepada santri dan masyarakat. Pesan beliau: ”Janganlah kalian ada yng ngaku kenal dengan Musthafa, kalua terpaksa, katakanlah! kamu hanya kenal dengan santrinya. Biarkanlah resiko perang ini saya saja yang menanggungnya” lalu mereka dipindahkan ke Suka Miskin Bandung. Dan Selajutnya KHZ Musthafa Bersama 17 orang santrinya dibawa ke Ancol-Jakarta untuk diadili dan dieksekusi. Di sana semuanya dihukum mati dengan dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang. “Berbanding jauh dengan film Sang Kiai. Dalam film tersebut diperlihatkan bahwa KHZ Msuthafa dieksekusi dengan cara dipenggal. Padahal ia meninggal dengan cara dikubur hidup-hidup. Itu bisa dibuktikan ketika para santri menemukan makam beliau. Dan saat digali posisinya dalam keadaan duduk diatas paku dengan sorban dan tasbeh yang masih menempel. Kepalanya juga tidak terpisah, Bahkan bukti sejarah berupa Sorban, Tasbih dan Pedang Bambu, bisa dilihat dimuseum Siliwangi,” terang putra dari pasangan KH Fuad Muhsin dan Hj Siti Sofiah ini.

Yusuf juga ingin mengklarifikasi mengenai munculnya cerita KHZ Musthofa yang berkonflik gara-gara rebutan gabah padi dalam film Sang Kiai yang disutradari oleh Rako Prijanto itu. Cerita ini tidak benar. Pada saat itu, justru banyak masyarakat yang menitipkan gabah padi ke Ponpes Sukamanah lantaran takut dirampas Jepang. Dia menyayangkan sutradara film ini tidak pernah berkomunikasi terlebih dahulu dengan pihak keluarga KHZ Musthafa saat menyisipkan kisahnya dalam film Sang Kiai itu. (den)

Sumber : http://www.radartasikmalaya.com/berita/baca/5375/memperingati-perjuangan-kh-zainal-musthafa-ke-72-tahun.html

Copyright Pesantren di Tasikmalaya : PESANTREN KHZ MUSTHAFA SUKAMANAH.

6 Responses to Pembantaian Pedang Bambu, Dikubur Hidup-Hidup

Leave a Reply

Your email address will not be published.