Pesan Sosial Ibadah Qurban

Segala puji dan syukur semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada sang Maha pencipta Allah swt sang penguasa waktu, Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada pribadi yang sempurna sosok manusia yang tiada dua dan syarat dengan akhlaq yang mulia Muhammad SAW. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang ertinya, Maka solatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (Qs. Al Kautsar: 2) Syaikh Abdullah Alu Bassaam menyatakan, “Sebahagian ulama ahli tafsir menyatakan; yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan korban setelah solat Ied.” Pendapat ini dinukil daripada Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534, Taudhihul Ahkaam IV/450, & Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan korban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi. Qurban antara ritual dan sejarah Pengertian Udh-hiyah Kurban (Bahasa Arab: قربن, transliterasi: Qurban), atau disebut juga Udh-hiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual ibadah pemeluk agama Islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.Hal senada sebagaimana pendapat Shohibul Al Wajiz, dan Shahih Fiqih Sunnah Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366) Pada dasarnya dilihat dari sejarah, ibadah qurban telah dilakukan ketika manusia pertama yaitu Nabi Adam hadir didunia. Pada waktu itu Allah memerintahkan kepada dua orang anak nabi Adam untuk melakukan ritual qurban. Salah satu anak nabi adam yaitu habil, memberikan persembahan terbaik untuk diqurbankan, sedangkan kobil mendatangkan hasil dari pertaniannya yang sudah rusak dan busuk yang menunjukan ketidak ikhlasannya dalam melakukan ritual qurban yang diperintahkan Allah, yang menyebabkan tidak diterimanya qurban yang dilakukannya, sedangkan yang diterima adalah ritual qurban yang dilakukan habil, dan apa yang dilakukan habil menunjukan keikhlasan dalam melaksanakan perintah qurban yang menjadikan qurbannya diterima disisi Allah. Selain itu, Qurban ini juga dikenal oleh umat Yahudi untuk membuktikan kebenaran seorang nabi yang diutus kepada mereka, sehingga tradisi itu dihapuskan melalui perkataan nabi Isa bin Maryam. Begitu juga persembahan manusia ini dikenal oleh tradisi agama pada masa Mesir kuno, India, Cina, Irak dan lainnya. Tradisi keagamaan dalam sejarah peradaban manusia yang beragam juga mengenal persembahan kepada Tuhan ini, baik berupa sembelihan hewan hingga manusia Namun pelaksanaan qurban yang dilakukan oleh kedua anak Nabi Adam dan atau cerita kurban Yahudi, mesir kuno tersebut bukan merupakan landasan disyariatkannya penyembelihan hewan qurban dalam Islam, tapi landasannya adalah sejarah qurban Nabi Ibrahim AS. melalui sebuah mimpia. Allah telah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya dari Siti Hajar yaitu Nabi Ismail. Peristiwa ini merupakan gambaran cinta yang tulus dan ketaatan yang tinggi seorang hamba kepada Rabbnya sampai merelakan anaknya sendiri untuk dikorbankan demi menjalankan perintah Rabbnya, karena ia sendiri yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Allah Maha Adil sehingga ia yakin bahwa Allah tidak akan mencelakakan dan mendhalimi hamba-Nya. Dan semua itu terbukti, ketika Nabi Ibrahim bersiap-siap untuk menyembelih anaknya, seketika Allah mengirimkan seekor qibas yang menggantikan Nabi Ismail. Kisah ini diceritakan dalam Alqur’an surat Ash-Shaaffaat ayat 102 – 109 : “Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, Kami berseru dan memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah meyakini mimpi kamu itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian yang nyata. Dan Kami tebus putra itu dengan seekor (kambing) sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.kesejateraan dilimpahkan atas Ibrahim”. (QS. Ash-Shaaffaat, ayat 102-109). Dalam ayat tersebut, kita dapat melihat nabi Ibrahim as. Menyampaikan mimpi itu kepada anaknya. Ini agaknya karena beliau memahami bahwa perintah tersebut tidak dinyatakan sebagai harus memaksakannya kepada sang anak. Yang perlu adalah bahwa ia berkehendak melakukannya. Bila ternyata sang anak membangkang, maka itu adalah urusan ia dengan Allah, demikian ungkap Quraish Shihab dalam tafsirnya. Dan nabi Ibrahim telah memberikan contoh kepada kita betapa harus senantiasa komunikasi antara sang ayah dengan anaknya dalam menyatukan persepsi dan paradigma sebelum bertindak. Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim untuk menjalankan perintah Allah tersebut bukan berarti tidak ada hambatan. Musuh terbesar ummat manusia yaitu setan dan iblis selalu berusaha mengodanya, namun beliau tetap tegar dan bersabar, lalu beliau melempari setan dan iblis dengan batu-batu kerikil, yang akhirnya kisah ini masuk kedalam rangkaian pelaksanaan ibadah haji disaat idul qurban yang terkenal dengan sebutan melempar jumroh. Itulah kecintaan dan ketaatan Nabi Ibrahim kepada Rabbnya yang dibuktikan dengan menjalankan perintah-perintah Allah walaupun perintah tersebut sangat berat dan harus mengorbankan seorang anak yang dicintainya. Itulah ujian yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim untuk memperlihatkan kepada kita tentang kecintaan dan ketaatannya kepada Allah melebihi kecintaannya kepada materi dan keduniaan, baik itu harta, anak ataupun istri. Sebelumnya Allah juga telah menguji Nabi Ibrahim yang sudah berusia lanjut namun belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akhirnya sang istri, yaitu Sarah menyarankan suaminya untuk menikah lagi. Kemudian menikahlah Nabi Ibrahim dengan Hajar, seorang wanita shalihah yang dipilihkan oleh Sarah. Tidak lama setelah itu hajarpun hamil, yang diikuti dengan hamilnya Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim. Saat-saat yang ditunggu Nabi Ibrahim pun akhirnya terwujud dengan lahirnya Nabi Ismail. Namun ujian Allah terhadap hambanya yang shaleh Nabi Ibrahim tidak sampai disitu. Setelah kelahiran Nabi Ismail Allah menguji Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya untuk pergi meninggalkan istri dan anaknya yang masih mungil disebuah daerah yang sangat gersang, yaitu lembah Baka (lembah air mata). Lembah tersebut adalah lembah yang terkenal dengan kegersangannya dan tidak ada sebatang pohonpun yang tumbuh serta tidak ada air. Sehingga dikatakan bahwa setiap orang yang ada dilembah tersebut pasti akan menangis. Maka disebutlah lembah tersebut dengan lembah baka yang artinya lembah air mata. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Hajar bertanya kepada Ibrahim sampai tiga kali, perihal ditinggalkannya ia dan anaknya di lembah tersebut. Hajar berkata,”Wahai Suamiku, apakah yang engkau lakukan ini perintah Allah “.Nabi Ibrahim menjawab “Benar, ini adalah perintah Allah”. Hajar menjawab dengan tegas tanpa keraguan sedikitpun. “Kalau memang ini perintah Allah , tinggalkanlah kami . Karena Allah pasti akan menyelamatkan hamba-Nya dan tidak akan menyengsarakannya”. Kemudian berjalanlah Ibrahim meninggalkan orang-orang yang dicintainya. Namun, kecintaan Ibrahim terhadap mereka, menghentikan langkahnya seraya berdo’a dan bermunajat kepada Allah …sang khalik yang lebih mencintai hamba-Nya. Do’a ini diabadikan dalam Al Qur’an, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (Al-Baqarah: 126). Sedangkan tempat berdirinya Ibrahim menjadi maqom Ibrahim dekat Baitullah. Setelah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail kecil mulai menangis dibawah terik matahari karena kehausan dan kepanasan. Hajar sebagai seorang ibu, berusaha untuk mencarikan air bagi anaknya.Hajar kemudian berlari-lari kecil antara dua bukit shafa dan marwah. Perjuangan Hajar ini diabadikan dalam prosesi sa’i. Prosesi sa’i merupakan simbol kasih sayang dan kecintaan seorang Ibu terhadap anaknya. Itulah kisah keluarga Nabi Ibrahim yang mendapatkan berbagai ujian dari Allah dan mereka mampu bersabar dalam ujian tersebut. Itulah kesholehan sang Nabi Ibrahim, yang kesholehan tersebut tidak hanya dimilikinya sendiri, tapi juga dimiliki oleh anak dan istrinya, sehingga kesabaran dalam menghadapi ujian tidak hanya dihadapinya sendiri, tapi dihadapi oleh sekeluarga. Dan ujian yang terberat adalah ujian penyembelihan Nabi Ismail yang peristiwa ini diabadikan dengan ritual ibadah qurban yang dilakukan oleh segenap kaum muslimin diseluruh dunia. Makna sosial kurban Setiap yang dititahkan (disyria’atkan) Allah tentulah memiliki makna sosial, tak terkecuali ibadah kurban. Selain memiliki makna ritual, ibadah kurban juga mengandung makna sosial. Oleh karenanya, umat Islam yang merayakan idul Qurban seharusnya berupaya menggali makna yang terkandung didalam ibadah kurban, supaya tidak hanya sebatas ritual yang miskin makna, akan tetapi ada nilai-nilai luhur dan sosial yang dapat diimplementasikan. Diantara makna sosial yang terkandung didalam ritual kurban adalah: Pertama, Ketundukan Ibrahim kepada tuhannya membawa pesan moral kepada kita untuk senantiasa taat dan patuh terhadap aturan dan Undang-undang yang telah digariskan dalam Al-Kitab dan Sunnah nabi. Dan juga patuh terhadap rambu aturan dan Undang-undang hukum yang ada sebagai warga negara yang baik. Kedua, Dibebankannya ibadah haji ini bagi umat Islam yang mampu dan mendistribusikan dagingnya kepada kaum lemah menyiratkan pesan substansial kepada kita agar selalu bersemangat membantu meringankan penderitaan orang lain. Bantuan tidak hanya sebatas materi, melainkan ide tenaga atau fikiran yang dapat meringankan dan penyelesaian problematika hidupnya. Secara substansial belum dapat disebut “berkurban”, manakala didalam dirinya belum tumbuh semangat berkurban dan membantu penderitaan orang lain. Ketiga, menyembelih hewan berarti menyembelih sifat-sifat kebinatangan seperti egois, serakah, rakus, menindas, tidak mengenal aturan, norma atau etika dan bertengkar bahkan membunuh hanya demi keuntungan sesaat, memperkaya diri sendiri, korupsi, menindas yang lemah dan arogan. Hal ini menunjukan bahwa kurban yang dilakukan berdampak mampu memberikan kontribusi dan penyadaran untuk memperbaiki diri dan menata tatanan sosial yang baik. Keempat, Disunnahkan menggemakan takbir sampai waktu Ashar di akhir hari Tasyrik (Tanggal 13 Dzulhijjah) memperlihatkan kepada kita bahwa hanya Allah-lah yang memiliki kekuasaan agung dan absolut. Oleh karenanya, tidaklah patut para pejabat negara, elite politik, elite kekuasaan dan manusia kaya, bertindak semena-mena terhadap manusia lain serta berjalan dimuka bumi dengan congkak. Pemaknaan seperti inilah yang memberikan spirit dari esensi dan substansi yang akan menemukan relevansinya dengan kondisi lingkungan dan bangsa kita yang sedang didera dan diterjang banyak bencana dan kririsis multidimensi disegala sektor, Pemerintah, ekonomi, sosial edukasi dan sebagainya. Selamat Hari Raya Idul Adha 1432 H. Semoga kurban kita semua menjadi ibadah yang hakiki dalam kontek ritual maupun sosial. * Penyusun adalah salah seorang santri Pesantren di Tasikmalaya, yakni Pesantren KH Zainal Musthafa Sukamanah

Oleh: Edi Bukhori

4 Responses to Pesan Sosial Ibadah Qurban

Leave a Reply

Your email address will not be published.